Tuesday, November 03, 2009

Hakim Di Akhirat

Hakim di Akhirat: Yesus atau Muhammad!?

(Menanggapi Brosur Gelap Kristenisasi)

Hari Sabtu (17 Mei 2008), Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Medan mendapat kiriman ‘surat kaleng’. Surat kaleng tersebut dikemas dalam satu amplop berukuran sedang, dalam map berwarna kuning. Isinya satu booklet dan tiga brosur.[1]

Dalam satu brosur yang berjudul PUTUSAN HAKIM: BEBAS! sang penulis mencoba untuk menampilkan “superioritas” Yesus Kristus (Islam: ‘Isa Al-Masih) dari Nabi Muhammad s.a.w. Tulisannya diawali dengan cerita. Sang penulis bertutur:

[A] Seorang kerabat dan beberapa teman sejawat akan dihadapkan ke Pengadilan di waktu mendatang!

Namun ia masih memiliki kesempatan beberapa hari untuk membina hubungan baik dengan berbagai pihak. Mulailah ia untuk memikirkan, dengan pihak mana ia harus berbaik-baik:

  1. Dengan rekan-rekan sejawatnya sesama terdakwa?
  2. Dengan pengacara atau pembelanyakah?
  3. Dengan Tuan Hakim yang akan mengadilikah?

Dapatkan Anda memberi saran/pendapat siapa sebaiknya yang harus dirapati dan ‘dibaiki’ oleh kerabat saya itu? Cobalah pikirkan sekejap, dan pastikan pendapat atau sikap Anda!

Sang penulis kemudian menjawab: “Penulis yakin Saudara akan menjawab dengan tepat…..

[B] Yaa, sudah dapat diperkirakan Saudara akan menjawab bijaksana: ciptakanlah hubungan baik dengan hakim…Sebab jika Hakim itu sudah tertarik kepada pribadi Saudara, sangat mungkin ia akan memberi keringanan hukuman, bahkan mungkin Saudara dibebaskan sama sekali![2]

Tahukah para pembaca siapa yang dimaksud dengan “hakim” oleh penulis brosur di atas? Tidak lain dan tidak bukan adalah “Yesus Kristus”. Dihalangan 4-5 dari brosurnya sang penulis memberikan catatan:

CATATAN:

Brosur ini dibuat bukan untuk mengajak saudara berpindah Agama, sebab Yesus tidak pernah membaca agama apapun ke bumi ini. Yang Yesus bawa adalah Injil (Kabar Gembira atau Berita Sukacita), suatu istilah yang dituliskan sekian kali di dalam Al-Qur’an. Dan Berita Sukacita itu menjanjikan kepada Saudara kebebasan dari penghukuman di neraka jahannam, jika Saudara mau memohon keringanan hukuman, bahkan pembebasan dari ancaman neraka. Bebas, karena kasih Yesus yang besar terhadap semua umat manusia, termasuk terhadap Saudara.”[3]

Di sini sang penulis mengajak siapa saja, khususnya umat Islam, untuk mengakui Yesus sebagai “hakim” satu-satunya di Akhirat kelak. Siapa saja yang mengakuinya sebagai hakim, maka dia tidak akan ‘dijebloskan’ ke dalam neraka Jahannam. Jika sang penulis mengatakan bahwa Yesus tidak membawa agama apapun ke dunia, ini adalah kesalahan “besar” yang tidak dapat ditolerir. Umat Kristen saja bisa marah, jika mengetahui hal ini. Di dalam Bible dan Al-Qur’an Yesus diutus kepada Bani Isra’il. Sejarah mencatat bahwa agama Bani Isra’il adalah “Yahudi” yang dibawa oleh nabi Musa a.s. Yang benar adalah: Yesus tidak membawa “agama baru”. Yang dia bawa adalah syariat Taurat Musa a.s. Ini diakui sendiri oleh Yesus di dalam Injil. Yesus bersabda:

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.”[4]

Apa yang diklaim oleh sang penulis adalah “pembodohan” dan “penyesatan”. Umat Kristen saja wajib marah, jika dikatakan bahwa Yesus tidak membawa agama apapun. Jadi apa gunanya Yesus membawa Kabar Sukacita jika tidak ada medianya untuk menyampaikan Kabar Gembira tersebut. Media itu adalah “agama”. Dan agama yang disempurnakan oleh Yesus adalah agama Yahudi, yakni syariat (hukum) Taurat yang dibawa oleh nabi Musa a.s. Bahkan Yesus bersumpah, satu iota atau titik pun tidak akan dia kurangi syariat Taurat nabi Musa a.s. itu.

Isa a.s.: Sebagai “Hakim”?

Dengan nada yang sugestif, sang penulis menyatakan:

“Sekarang, mari kita lihat masalah Saudara, bahkan masalah seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Setiap orang pada waktunya akan menemui ajal, lalu di akhirat akan menghadapi pengadilan akhirat, dimana nasib Saudara dan saya akan diputuskan:

Mansuk neraka jahannam selama-lamanya

Atau

Menikmati kehidupan di sorga kekal.

Beberapa pertanyaan berikut perlu kita jawab demi persiapan matang menghadapi Pengadilan Akhirat:

  1. Insyafkah Saudara bahwa sisa usia harus dimanfaatkan untuk persiapan menghadapi Pengadilan Akhirat itu?
  2. Tahukah Saudara siapa saja yang akan diadili di dalam Pengadilan Akhirat itu?
  3. Tahukah Saudara siapa yang akan menghakimi Saudara pada Pengadilan Akhirat itu?
  4. Adakah Pembela Saudara untuk dalam Pengadilan Akhirat itu?
  5. Supaya tidak terkena putusan Hakim yang fatal (masuk neraka jahannam), sudah tahukah Saudara apa saja yang harus Saudara perbuat pada sisa usia Saudara di dunia ini?[5]

Itulah lima pertanyaan dari sang penulis, sebagai pintu masuk untuk memberikan ‘obat’nya yang jitu, yang penyesatan. Jawabannya sudah dapat ditebak. Dia menulis:

“Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan tepat, Saudara memerlukan Kitab Suci sebagai pedoman: Al-Quraan dan Hadits Nabi Muhammad:

  1. Di dalam Hadits Nabi (Kitab Hadits Shahih Muslim I, No. 104, halaman 119 tercatat:

Qaala Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallama: ‘Wallahi layanzilanna Ibnu Maryama hakaman ‘aadilan’.

(Bersabda Muhammad s.a.w.: “Demi Allah, Sungguh Isa anak Maryam akan turun menjadi Hakim yang ‘adil’).[6]

Nah, Saudara lihat bahwa di bawah sumpah (“Demi Allah…”) Rasul Allah telah menyatakan: bahwa Nabi Isa (Yesus, menurut Kitab Injil) akan turun menjadi Hakim atas umat manusia pada waktu Qiamat (Akhirat). Ini adalah mandat terbesar yang pernah dilimpahkan oleh Yang Maha Tinggi kepada ‘oknum lain’.

Martabat Yesus yang sedemikian luhur dinyatakan juga oleh Cara Kelahirannya yang tanpa benih laki-laki serta Riwayat Pekerjannya, yang penuh mujzat, dicatat di dalam pelbagai bagian Al-Quraan.

  1. Surat Ali ‘Imran (3: 45) menyatakan dengan tegas bahwa Nabi ‘Isa (Yesus) adalah Kalimatullah. Kalimat dari Yang Maha Tinggi! Sewajarnya sabda Tokoh ini disimak dan dipatuhi.
  2. Ayat yang sama menyatakan juga bahwa Isa/Yesus adalah terkemuka di dunia dan di akhirat. Keluhuran martabat Isa/Yesus ditampilkan dalam Quraan dalam catatan bahwa Beliau mampu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang berpenyakit kusta, serta banyak keajaiban lainnya.[7]

Para pembaca, mari kita lihat kesalahan-kesalahan fatal yang dilakukan oleh sang penulis brosur di atas.

Pertama, Rasulullah s.a.w. benar meramalkan bahwa Yesus Kristus akan turun di akhir zaman sebagai “Hakim yang Adil”. Tapi, bukan sebagai “hakim” di akhirat. Ini yang disalahpahami oleh sang penulis. Justru, tugas Yesus ketika bukan sebagai “nabi” yang membawa syariat baru. Dia hanya hadir kedunia untuk membantah beberapa kekeliruan umat Kristen. Mari kita lihat dengan sempurna hadits Nabi Muhammad s.a.w. di bawah ini[8]:

“Walladzii nafsii biyadihii, layuusyikanna an yanzila fiikum Ibnu Maryama hakaman muqsithan, fayaksira al-shaliiba, wa yaqtula al-khinziira, wa yadha‘a al-jizyata, wa yafiidha al-maalu hatta laa yaqbalahu ahadun.” Dalam riwayat Ibnu ‘Uyainah redaksi berbunyi: “imaaman muqsithan wa hakaman ‘aadilan”.[9] Dan dalam riwayat Yunus: “hakaman ‘aadilan”. Dalam hadits Shaalih: “hakaman muqsithan”, dan dalam haditsnya ada tambahan matan: “wa hattaa takuuna al-sajdatu al-waahidatu khayran min al-dunyaa wa maa fiihaa” (bahkan satu kali sujud –ketika itu—lebih baik daripada dunia dan isinya).[10]

Jadi, dalam hadits di atas tidak ada dibicarakan tentang Hari Akhirat. Apalagi jika dikatakan bahwa pada hari itu Yesus Kristus disebut sebagai ‘Hakim yang Adil’. Benar, bahwa tugas Yesus sebelum hari kiamat tiba adalah menjadi “Hakim yang Adil”. Sayangnya, sang penulis brosur memahami hadits tersebut lewat rasionya. Dia tidak merujuk buku-buku yang menjelaskan (syarh) maksud dari menjadi “hakim yang adil” itu. Padahal, dalam hal semacam ini sangat penting untuk dilakukan, jika sang penulis mau bersikap objektif. Bukankah buku Syarh Shahih Muslim yang terkenal ditulis oleh Imam al-Nawawi. Itu pun tidak dirujuk oleh sang penulis.

Menurut Syeikh al-‘Utsmani, di akhir zaman Yesus akan turun sebagai hakim yang adil, bukan dengan syariat Injil, melainkan syariat sang penutup para nabi, yakni Muhammad s.a.w. Dia lah yang menjadi wakil beliau (s.a.w.) untuk menghancurkan musuhnya dan memenangkan agamanya (Islam) atas seluruh agama; menghabisi kaum Yahudi: para pengikut Dajjal; menghancurkan marka-marka ajaran Kristen –yang tidak benar; dan memperbaiki segala hal yang sudah diselewengkan dari agama yang benar (al-diyanah al-shadiqah).[11]

Hadits di atas juga menjelaskan tugas-tugas nabi ‘Isa a.s. yang sangat penting, yaitu:

Pertama, sebagai “hakim”. Isa a.s. menjadi hakim yang adil, ini sangat benar. Tapi hukum yang dijalankannya adalah hukum Islam, yang kekal dan tidak dihapus. Bahkan ketika itu –akhir zaman--, ‘Isa menjadi salah seorang hakim umat ini (Islam). Ketika itu dia tidak diutus sebagai “nabi yang independen”, seperti ketika dia diutus kepada Bani Isra’il.

Kedua, mematahkan salib. Menurur Ibnu al-Malik: “Salib menurut orang-orang Nasrani adalah “kayu yang dibentuk segi tiga” dimana mereka mengklaim bahwa ‘Isa a.s. disalib di atas kayu yang dibentuk menyerupai segi tiga. Bahkan terkadang di atas kayu salib itu terdapat gambar Kristus.” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar: “Makna mematahkan salib itu adalah “membatalkan” agama Nasrani, dengan cara mematahkan salib, dan membatalkan apa yang diklaim bahwa salib itu diagungkan.”[12] Tapi, sang penulis brosur memaknainya berbeda. Mematahkan salib menurutnya: “Salib melambangkan hukuman/siksa atas dosa-dosa umat manusia. Maka salib yang dipatahkan bermakna hukuman atas diri manusia berdosa dipatahkan oleh Isa a.s. demi anugerah Yang Maha Tinggi bagi mereka yang mau menaati Isa a.s.[13] Kesalahan ini lahir karena tidak mau tahu terhadap makna hadits. Dan, didasari oleh tujuan tendensius dan penyesatan.

Ketiga, membunuh babi. Menurut Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, Artinya mengharamkan babi, mengharamkan memakannya, karena dia hewan yang bernajis. Karena hewan yang dapat dimanfaatkan, tidak boleh dihancurkan.[14] Membunuh babi menurut sang penulis adalah: “Babi yang dibunuh (sedangkan anjing, yang juga binatang haram tidak dipengapakan) tidak dapat diartikan secara harafiah. Pernyataan ini mempunya makna: Isa a.s. menghapuskan kenajisan (babi mempunya tingkah-laku yang menjijikkan) yang selama ini menajiskan manusia. Jadi Isa a.s. datang untuk menyucikan dan menyempurnakan umat yang percaya.[15] Jelas ini adalah keliru. Dia menyatakan bahwa hal itu tidak dapat diartikan secara harafiah. Padahal, hadits itu harus dimaknai secara harfiyah. Artinya, masalah babi dalam agama Kristen menjadi hal yang penting. Karena telah terjadi penyelewengan kitab suci. Dalam masalah babi ini, umat Kristen terkesan pragmatis. Mari kita lihat faktanya:

Di Indonesia, perubahan teks Bible bukan hal yang aneh, karena senantiasa berubah. Sebagai contoh adalah Kitab Imamat 11: 7-8. Kitab Imamat 11:7-8 versi LAI tahun 1971 adalah: “Dan lagi babi, karena sungguh pun kukunya terbelah dua, ia itu bersiratan kukunya, tetapi dia tiada memamah biak, maka haramlah ia kepadamu. Djanganlah kamu makan daripada dagingnya dan djangan pula kamu mendjamah bangkainya, maka haramlah ia kepadamu.” Tetapi ayat yang sama versi LAI tahun 2004, sudah mengganti kata ‘babi’ menjadi ‘babi hutan’: “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.” Padahal, dalam Bible terbitan LAI, 2002, kata “babi” masih tetap, belum dibubuhi kata “hutan”. “Jangan makan babi. Binatang itu haram, haram karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak. Dagingnya tak boleh dimakan dan bangkainya pun tak boleh disentuh karena binatang itu haram.” Lihat, Alkitab: Kabar Baik Di Zaman Baru, (Jakarta: LAI, cet. III, 2002), hlm. 151 (bagian PL). Pembagian binatang yang “halal dan yang haram” dalam Kitab Imamat ini pun terkesan aneh. Di ayat sebelumnya disebutkan, “Jangan makan unta, pelanduk atau kelinci. Binatang itu haram, karena walaupun memamah biak, kukunya tidak terbelah.” (Kitab Imamat 11: 4-6). Ketika mengharamkan “babi” bunyinya, “Jangan makan babi. Binatang itu haram, karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak.” (Kitab Imamat 11: 7-8). Jadi, syarat makanan yang halal untuk umat Kristen adalah: ‘kaki terbelah’ dan ‘memamah biak’. Kira-kira apa itu? Alangkah sedikitnya makanan yang halal bagi mereka! Dalam Islam konsepnya jelas di dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 168, “Yâ ayyuha al-nâsu kulû mimmâ fi al-ardhi “halâkan thayyiban” (yang halal, lagi baik).

Keempat, menghapuskan jizyah. Artinya, agama itu menjadi satu. Tidak ada seorangpun yang menjadi ahli dzimmah dan dia tidak mengeluarkan jizyah. Dikatakan pula: bahwa ketika itu harta menjadi melimpah, sehingga tak seorangpun yang berhak untuk mendapatkan harta jizyah. Ketika itu jizyah ditinggalkan –tidak berlaku—karena tak lagi dibutuhkan.[16]

Kelima, harta menjadi “melimpah”. Sebabnya, karena turun berkah dan kebaikan, karena terciptanya keadilan, dan hilangnya kezaliman…[17]

Itulah lima poin penting yang berkaitan dengan tugas ‘Isa .a.s. di akhir zaman. Ini pula yang tidak dijelaskan dan dipaparkan oleh sang penulis brosur. Justru, ‘Isa a.s. turun kedunia untuk meluruskan kesalahan-kesalahan agama Kristen, yang menghalalkan babi, mensakralkan kayu salib. Karena Yesus tidak pernah mengharamkan babi dan tidak ada perintah di dalam Bible untuk menjadikan “salib” sebagai syiar agama. Artinya, Yesus turun untuk mempermalukan agama ini, karena tidak benar dan menyimpang dari ajaran Yesus Kristus yang benar: yang mengajarkan tawhid kepada Allah s.w.t.

Kenapa ‘Isa berhukum dengan hukum Islam (syariat Islam: Al-Qur’an). Hal ini dibuktikan oleh hadits Rasulillah s.a.w. dalam sabdanya:

“Qaala Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallama: “Kayfa antum idzaa nazala Ibnu Maryam fiikum wa imaamukum minkum?” (Bagaimana jika Ibnu Maryam turun di tengah-tengah kalian padahal imam kalian bersama kalian?).[18]

Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari menyatakan: “Dan di dalam riwayat Ahmad dari hadits Jabir dalam kisah Dajjal dan turunnya ‘Isa: “Ketika mereka (umat Islam) bersama ‘Isa, dikatakan kepada ‘Isa: “Majulah menjadi imam, wahai Ruhullah.” Kemudian ‘Isa menjawab: “Hendaklah imam kalian yang maju dan mengimami kalian dalam shalat.”[19]

Imam yang dimaksud oleh ‘Isa adalah Imam Mahdi, dari umat Islam, karena dia merupakan keturunan Rasulullah s.a.w. Abu Dzar al-Harawi berkata: “Al-Jawzqi menceritakan dari orang-orang terdahulu kepada kami bahwa: makna dari perkataan Nabi s.a.w. “padahal imam kalian bersama kalian”: bahwa ‘Isa menegakkan hukum berdasarkan Al-Qur’an, bukan hukum Injil.” Ibnu al-Tin berkata pula: “Maksudnya adalah: syariat Muhammad itu berkelanjutan hingga hari Kiamat…”[20]

Jadi Imam Mahdi itu sosok yang berbeda dengan nabi ‘Isa a.s. Sementara menurut sang penulis adalah ‘Isa itu sendiri. Ini adalah kesalahan fatal. Ia menulis: “Menurut pengajaran Nabi Muhammad, pada akhir zaman Isa a.s. akan menjadi Imam Mahdi dan Hakim yang adil, yang memimpin umat manusia, sekaligus menghakimi seluruh umat manusua [Hadits Ibnu Majah, bab Ayidatuzzaman/HSB 1090].[21] ‘Isa a.s. adalah ‘Isa, bukan Imam Mahdi. Dan Imam Mahdi adalah Imam Mahdi, bukan ‘Isa a.s. Memang, Ibnu Majah dalam hadits lewat jalur Abu Umamah yang sangat panjang menjelaskan tentang kisah Dajjal, dia berkata (Abu Umamah): “Seluruhnya (umat Islam) berada di Bayt al-Maqdis (Palestina) dan imam mereka adalah seorang laki-laki yang saleh akan mengimami mereka. Ketiak itu turun ‘Isa, lalu sang imam pun mundur kebelakang agar ‘Isa yang mengimami shalat tersbut. Kemudian ‘Isa berhenti di antara dua pundak laki-laki tersebut lalu berkata: “Majulah, sesungguhnya shalat ini didirikan untuk kamu –agar engkau menjadi imamnya.” Ini membuktikan bahwa Isa berhukum dengan hukum Islam, karena mempersilahkan Imam Mahdi menjadi “imam shalat”, bukannya dia. Kemudian, Abu al-Hasan al-Khusa‘i al-Abadi dalam Manaqib al-Syafi’i menyatakan: “Banyak sekali riwayat-riwayat yang mutawatir bahwa Imam Mahdi itu dari golongan umat ini (Islam), dan ‘Isa shalat di belakangnya. Hal ini disebutkan sebagai “bantahan” atas hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas yang berbunyi: “Laa Mahdiya illaa ‘Isa” (Tidak ada Imam Mahdi, selain ‘Isa).[22]

Wewenang ‘Isa a.s.

Wewenang memberikan keputusan di akhirat oleh Yesus menurut sang penulis merupakan hal yang luar biasa. Oleh karenanya, dia menulis:

“Wewenang sedemikian besar sesungguhnya disandang bukan oleh Isa bin Maryam yang adalah manusia biasa, melainkan disandang oleh Isa a.s.yang dihuni oleh sebagian dari Roh Yang Maha Tinggi (Rohullah).[23] Isa a.s. menyandang Rohullah itu sejak dari dalam kandungan Maryam, nyata dari QS. 66: 12 (dikutip sebagian):…dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan dalam rahimnya sebagian dari roh Kami.”

Dari tiupan roh TUHAN itulah lahir Isa a.s., tanpa peranan seorang laki-laki. Itulah sebabnya Isa a.s. digelari Rohullah dalam Qs. 4: 171 (dikutip sebagian, yang berkaitan): Sesungguhnya Isa putra Maryam {dalam Injil: Yesus putra Maria}, itu adalah utusan Allah dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam dan roh daripadaNya.

Karena menyandang Rohullah itulah, Isa bergelar a.s. (alahi salam yang berarti sudah selamat). Sejak dari dalam kandungan Beliau sudah selamat, sehingga layak menjadi Juruselamat, dan menjadi HAKIM di akhir zaman. Tidak heran, Isa/Yesus bergelar Al Masih (Juruselamat umat manusia), karena Roh Yang Maha Tinggi di dalam diri Yesus. Itulah yang melayakan Isa/Yesuslah menjadi Hakim di akhir zaman. Maka Saudara dipersilahkan meraih berkat-berkat di akhir zaman dengan cara memanjatkan doa berikut ini:

Saya menyeru kepada Rohullah, Yang Maha Tinggi, yang sebagian RohMu berada di dalam diri Isa atau Yesus, tolonglah saya dari hari-hari yang jahat itu. Saya bermohon dibebaskan dari pengaruh Iblis, Dajjal, maupun syaitan dan jin yang jahat di sepanjang kehidupan saya di bumi.

Saya bermohon diberi keringanan, juga ampunan atas dosa-dosa saya di masa lalu, bahkan saya mohon bimbingan hidup saleh dari dalam batin oleh Roh Yang Maha Tinggi.

Saya percaya, Hukum Kasih yang diterapkan oleh Yesus Kristus akan menyelamatkan saya dari nerakan, dan dari bisikan Iblis yang jahat, bahkan akan melindungi saya dari beragam ancaman dan marabahaya pada hari-hari yang jahat.

Kiranya saja dibimbing untuk memuliakan Yang Maha Tinggi di sepanjang sisa kehidupan saya; AMIN.[24]

Inilah model penyesatan terselubung. Yang dibungkus lewat keindahan kata-kata dan logika. Padahal, jika dilihat dengan kritis, akan tampak kejanggalan dan kesalahannya.

Pertama, rohullah atau ‘Roh Allah’ memang julukan ‘Isa ibn Maryam. Dan itu bukan berarti dalam diri ada kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Ini berkaitan dengan proses penciptaannya: yang tidak melalui proses biologis. Ia dilahirkan lewat tiupan roh Allah dengan kata “Kun”. Apa yang diklaim oleh sang penulis adalah over, sangat berlebihan dan tak berdasar. Islam mengakui bahwa kelahiran ‘Isa benar-benar mukjizat. Tapi dia tidak lebih baik jika dibandingkan dengan proses penciptaan nabi Adam a.s. Inilah yang disalahpahami oleh sang penulis dalam brosurnya yang berjudul Mutiara Al-Quraan memberi petunjukj bagi…penderita sakit-parah[25]. Dalam brosur ini dia mencatat:

“Perlu saudara ketahui, Isa bin Maryam inilah yang direkam juga di dalam Kitab Injil dengan nama Yesus ibn Maria, yang menampilkan kemampuan ilahi juga! Isa atau Yesus ini menampilkan kemampuan ilahi dengan cara yang serupa dengan cara penciptaan Nabi Adam, manusia pertama di bumi. Bacalah Surat Ali Imran (5): 59:

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian Allah berfirman: “Jadilah.” (seorang manusia), maka jadilah dia.”

Lihatlah keserupaan penciptaan Adam dengan karya Isa membentuk burung yang hidup! Adam dibentuk dari tanah, lalu Tuhan menjadikan Adam hidup, dengan cara berfirman, jadilah patung itu manusia hidup. Isa berbuat serupa, membentuk patung burung dari tanah, lalu Isa menjadikannya hidup, dengan cara sedikit berbeda: meniupkan (nafas) ke dalam patung itu. Sungguh, Isa/Yesus memiliki kemampuan ilahi!

Sekarang Saudara mengerti, bahwa Isa bin Maryam adalah Tabib Akbar. Beliau mau menolong Saudara juga, jika Saudara mau memohonkan pertolongan Beliau (Isa bin Maryam), yang di dalam Injil (yang kita imani sesuai Rukun Iman) disebut dengan nama Yesus (Kristus). Kristus berarti Al-Masih (Juruselamat).”

Apa yang dipahami oleh sang penulis adalah salah besar. Allah menciptakan Adam tidak bisa disamakan dengan Isa yang menciptakan burung dari patung tanah. Maksud Allah dalam Qs. Ali ‘Imran [3]: 59 di atas adalah:

“Allah s.w.t. mengabarkan – kepada kita— sebagai bantahan kepada kaum Nasrani, yang mengklaim ‘Isa a.s. apa yang tidak menjadi “haknya”. Mereka mengklaim tidak menggunakan alasan yang benar. Klaim mereka bahwa ‘Isa lahir tanpa bapak, maka ia berhak menjadi “Anak Allah” atau menjadi teman Allah dalam ketuhannya (rububiyyah). Ini bukanlah bentuk syubhat (pengraguan) apalagi dalil yang kuat (hujjah). Karena penciptaannya tersebut merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah: yang membuktikan bahwa Allahlah satu-satunya yang memiliki kekuasaan untuk mencipta dan mengatur segala sesuatu. Dan seluruh sebab-sebab itu terjadi menurut keinginan dan kemauan-Nya. Hal ini menjadi bantahan keras terhadap klaim mereka. Dan tidak ada seorang pun yang berhak menyerupai Allah s.w.t. Ini lebih tepat. Bahkan, Adam diciptakan oleh Allah dari tanah: tidak dilahirkan dari seorang bapak maupun ibu. Meskipun demikian, hal itu tidak mengharuskan Adam seperti yang diklaim oleh kaum Nasrani terhadap ‘Isa. Kristus adalah seorang yang dilahirkan lewat ibu, tanpa ayah. Jika Kristus diklaim sebagai “anak Allah” dan “Allah” (al-bunuwwah wa al-ilahiyyah), maka Adam lebih berhak lagi untuk diklaim seperti itu. Oleh karena itu, Allah s.w.t. berfirman: “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah, seperti (penciptaan) Adam. DIA menciptakannya (Adam) dari tanah, kemudian Allah berfirman: “Kun fayakun”. Kebenaran itu dari Tuhanmu…”[26]

Artinya: proses penciptaan Adam dan ‘Isa tidak berbeda. Sama-sama lewat kekuasaan Allah s.w.t. dan keduanya lewat kata ‘Kun fayakun’ (Jadilah, maka jadilah dia). Umat Islam tidak meragukan sedikitpun mukjizat yang dimiliki oleh nabi ‘Isa a.s. Tapi manipulasi ayat yang dilakukan oleh sang penulis tentu saja tidak dapat ditolerir. Ini sama artinya melecehkan ayat Allah. Dalam brosur yang sama, sang penulis mengutip Qs. Ali ‘Imran [3]: 49, seperti ini:

“Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mujizat) dari Tuhanmu, yaitu, aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati…(dst). Kemudian dengan bangganya sang penulis menulis:

“Tokoh yang disebut ‘aku’ dalam ayat di atas benar-benar Tabib Akbar, sebab mampu mengubah patung-tanah berbentuk burung menjadi seekor burung yang hidup. Itu merupakan kemampuan memberikan nyawa kepada benda mati! Wah; para nabi umumnya, juga para ahli kedokteran modernpun tidak mampu memberi nyawa kepada yang sudah meninggal! Namun Tabib Akbar ini mampu!

‘Aku’ (Beliau) menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya. Nabi mana lagi yang mampu memulihkan penglihatan orang yang sejak lahir sudah buta? Dokter-dokter di jaman modernpun belum mampu melakukannya!

‘Aku’…, beliau itulah yang sungguh-sungguh Tabib Akbar!

Orang yang berpenyakit sopak (kusta) disembuhkan oleh Beliau; bahkan Beliau menghidupan orang mati…Jelaslah, martabat Tabib Akbar ini mengatasi ‘nabi-nabi’ umumnya![27]

Sudara pembaca dapat melihat dalam ayat yang dimanipulasi di atas. Sang penulis hanya menyebutkan kata ‘seizin Allah’ hanya satu kali. Padahal dalam Qs. 3: 49 di atas, firman Allah s.w.t. yang berbunyi bi’idznillah (dengan izin Allah) disebutkan sebanyak 2 kali. Artinya apa? Artinya mukjizat itu bukan dari kemampuan pribadi ‘Isa a.s., melainkan dari kekuasaan dan qudrat Allah. Nabi ‘Isa sendiri mengakui bahwa apa yang dia lakukan menurut kehendak Allah, bukan kemampuan yang ada dalam dirinya. Sang penulis pun mengakui bahwa ‘Isa bukan “Tuhan”. Karena dia mengklaim dalam booklet-nya Siapa Membelenggu Tuhan? bahwa dia tidak ikut sekte Kristen mana pun. Oleh karenanya, ayat tersebut tidak boleh dipenggal dan dipotong hanya sampai ayat ke-49 saja. Ia harus dilanjutkan sampai ayat ke-58. Dalam ayat-ayat selanjutnya, ‘Isa menjelaskan beberapa hal:

Pertama, apa-apa yang disebutkan oleh ‘Isa merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditampakan kepada Bani Isra’il, agar mereka semakin beriman kepada Allah. Bukan mempercayai Yesus sebagai ‘anak Allah’, atau ‘Allah’ itu sendiri.

Kedua, Yesus membenarkan Taurat. Dia membawa apa yang pernah dibawa oleh Musa a.s.

Ketiga, Yesus menghalalkan apa yang telah diharamkan atas Bani Isra’il. Karena mereka suka menghalalkan apa yang diharamkan, dan begitu sebaliknya.

Keempat, Allah adalah Tuhan Yesus dan Tuhan Bani Isra’il. Maka, Dialah satu-satunya yang harus disembah. Itulah kata Yesus yang disebut dengan shirath mustaqim, ‘jalan Allah yang lurus’.

Kedua, mukjizat yang diberikan Allah kepada setiap nabi-Nya sesuai dengan keadaan umat dan tantangan yang dihadapinya. Zaman nabi Ibrahim a.s., raja Namrudz sangat kejam dan selalu main habisi nyawa orang-orang yang membantahnya. Ketika Ibrahim a.s. diceburkan ke dalam api yang panas, mukjizatnya muncul lewat kekuasaan Allah. Api yang panas itu menjadi ‘relatif’ dalam genggaman Allah, sehingga tidak membakar tubuh Ibrahim.

Zaman nabi Musa a.s. adalah zaman “sihir”. Fir’aun banyak memiliki tukang sihir. Maka Allah memberikan mukjizat-Nya kepada nabi Musa lewat sebuah tongkat, yang dapat berubah menjadi ular besar: yang memakan ular-ular kecil buatan dan tipuan para tukang sihir. Tongkat itu pula yang mampu membelah dua Latu Merah, sehingga dia selamat bersama Bani Isra’il dari kejaran Fir’aun.

Zaman nabi ‘Isa, yang berkembang ketika itu adalah ilmu kedokteran. Maka Allah memberikan mukjizat yang mampu melahirkan dan menampakkan kekuasaan Allah berupa keahlian yang dimiliki oleh ‘Isa a.s. Jadi tidak ada yang istimewa. Bagi Allah semuanya punya kekhususan dan kelebihan, sesuai dengan zaman dan tantagan dakwah yang dihadapi masing-masing nabi-Nya.

Zaman nabi Muhammad s.a.w. yang berkembang adalah syair. Maka Allah turunkan mukjizat yang kekal abadi hingga hari Kiamat, Al-Qur’an Al-Karim. Para penyair, pujangga dan sastrawan Arab ketika itu tidak ada satupun yang mampu menandingi kehebatan Al-Qur’an. Sampai hari ini, tidak ada yang mampu menandingi kehebatan Al-Qur’an.

Dan, mukjizat setiap rasul dan nabi hilang bersama wafatnya setiap nabi yang membawanya. Buktinya, mukjizat ‘Isa a.s. tidak ada yang mewarisinya sampai hari ini. Begitu juga dengan tongkat Musa a.s. Tapi mukjizat Nabi Muhammad s.a.w. abadi, sampai hari Kiamat. Al-Qur’an lah yang merekam seluruh peristiwa yang terjadi pada nabi-nabi yang lalu, termasuk kehebatan mukjizat ‘Isa a.s. Sang penulis brosur pun mengetahui kehebatan mukjizat ‘Isa a.s. dari Kitab Allah yang mulia dan abadi ini. Sayang sekali, sang penulis tidak “bersyukur” malah menonjolkan superioritas Yesus. Bagaimana sekiranya Al-Qur’an tidak menceritakan hal itu?

Tentang mukjizat-mukjizat ini, Petrus dalam khutbahnya menjelaskan:

“Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan ialah, Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti kamu tahu.”[28]

Jadi, seluruh mukjizat itu adalah berasal dari Allah seluruhnya. Yesus hanya sebagai ‘mediator’ alias perantara kekuasaan Allah, tidak lebih.

Ketiga, frase ‘alaihi salam’ tidak bermakna “sudah selamat”. Sama sekali tidak. Arti yang benar adalah: “atasnya keselamatan”. Maka kesimpulan sang penulis bahwa Yesus merupakan Juruselamat akhirnya “keliru” dan “batal”. Pada hari kiamat nanti, Yesus tidak bisa memberikan syafa’at kepada seluruh umatnya. Dan ini tidak dimiliki oleh seluruh nabi-nabi yang lain.[29]

Benar, Yesus adalah Juruselamat. Tapi hanya untuk Israel. “Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi Israel, yaitu Yesus.”[30]

Menurut Ihsan Mokoginta, yang dimaksud dengan “dari keturunannya” yaitu keturunan Daud. Paulus mengatakan, dari keturunan Daud inilah akan lahir seorang Juruselamat bagi orang Israel yang bernama, dari keturunan Daud inilah akan lahir seorang Juruselamat bagi orang Israel yang bernama Yesus. Dengan demikian dapatlah kita simpulkan bahwa sesungguhnya Yesus itu adalah Juruselamat, tapi hanya Juruselamat bagi kaumnya saja, yaitu Bani Israel.

  1. Setiap orang yang dibangkitkan oleh Allah, pasti bukan Allah.
  2. Yesus dibangkitkan oleh Allah, berarti Yesus bukan Allah.

Bahkan dalam Injil Matius 15: 24, Yesus sendiri mengaku bahwa dia diutus hanya untuk umat Israel. “Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”[31]

Keempat, penulis brosur juga hiprokit (munafik). Ini dapat dilihat dari klaimnya di bawah ini:

“Sekarang Saudara mengerti, bahwa Isa bin Maryam adalah Tabib Akbar. Beliau mau menolong Saudara juga, jika Saudara mau memohonkan pertolongan Beliau (Isa bin Maryam), yang di dalam Injil (yang kita imani sesuai Rukun Iman) disebut dengan nama Yesus (Kristus). Kristus berarti Al-Masih (Juruselamat).”

Dalam pengakuanya di booklet-nya dia hanya mengikuti Injil Yesus. Padahal Injil ini telah hilang. Yang ada hanya terjemahannya saja. Tentu saja terjemahan tidak dapat mewakili Injil asli. Tapi di sini, dia mengimani Injil yang ada. Tentu saja hal ini tidak dapat dibenarkan. Ini namanya pragmatisme.

HAKIM pada Hari Kiamat adalah Muhammad s.a.w.

Mari kita buktikan, siapa sebenarnya yang menjadi syâfi‘ (pemberi syafaat) di hari Kiamat nanti? Yesus atau Muhammad? Benarkah Kristus sebagai “Juruselamat” manusia, atau justru Rasulullah s.a.w.?

Anas ibn Malik r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Allah akan mengumpulkan seluruh manusia. Maka, mereka pun menganggap hal itu sebagai perkara besar.” (Ibnu ‘Ubaid berkata: “Maka mereka diberi ilham ketika dikumpulkan itu), maka mereka berkata: “Bagaimana kalau kita mohon syafaat kepada Tuhan kita, sehingga Dia mengistirahatkan kita dari tempat kita ini?!

Mereka akhirnya mendatangi nabi Adam a.s. dan berkata: “Engkau Adam, bapak seluruh makhluk. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya; dan menghembuskan roh-Nya ke dalam jasadmu; menyuruh malaikat untuk sujud kepadamu, maka mereka pun sujudu seluruhnya kepadamu –untuk menghormatimu_pen. Syafaatkanlah kami kepada Tuhanmu, agar Dia merehatkan kami dari tempat ini. Adam pun menjawab: “Aku gak bisa membantu kalian dalam hal ini.” Lalu dia menyebutkan kesalahan yang pernah dilakukannya, dan merasa malu kepada Allah. Dia menyarankan: “Datangilah Nuh, rasul pertama yang diutus kepada manusia!” Nuh pun memberikan jawaban yang sama, malah menyuruh mereka untuk menemui Ibrahim a.s. Jawaban Ibrahim juga serupa dengan jawaban mereka berdua, dan menyarankan kepada mereka untuk menemui Musa a.s. Ternyata Musa juga tidak sanggup, dan menyarankan mereka untuk menghadap ‘Isa a.s. ‘Isa a.s. juga ternyata tidak bisa memberikan syafaat untuk mereka dan menyuruh mereka menemui Rasulullah s.a.w. Kata ‘Isa a.s. “I’tû Muhammadan; ‘abdan qad ghufira lahû mâ taqaddama min dzanbihi wa ta’akhkhara” (Datangilah Muhammad; seorang hamba yang telah diampuni dosanya yang lalu, dan yang akan datang).[32]

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa pembari syafaat besar (al-syafa‘at al-kubra) adalah Rasulullah s.a.w. bukan Yesus. Meskipun julukan ‘Isa a.s. itu adalah ‘roh Allah’ atau pun ‘kalimat-Nya’ (kata-kata-Nya). Dengan begitu, ‘Hakim’ ketika itu adalah Rasulullah Muhammad s.a.w., bukan Yesus. Karena Yesus sendiri mengakui dalam hadits ini, bahwa Rasul s.a.w. sendiri yang berhak mutlak memberikan syafaat kepada manusia. Karena sang penulis pragmatis, hadits ini tentunya tidak diambil, karena akan menggugurkan rencana busuknya. Seharusnya, sang penulis pun mengutip sabda Habîbullâh yang mulia ini:

‘Walladzi nafsu Muhammadin biyadihi! Laa yasma‘u bii ahadun min haadzihil ummah Yahudiyyun wa laa Nashraaniyyun, tsumma yamuutu wa lam yu’min billadzii ursiltu bihii, illaa min ashhaabi al-naar’

“Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengarku, baik Yahudi maupun Kristen, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya (Islam), kecuali dia masuk ke dalam golongan ahli neraka”[33]

Tentu ini bukan ‘ancaman’ kosong dari Rasulillah s.a.w. Inilah fakta yang wajib diindahkan. Karena ‘Isa a.s. sudah meramalkan kehadiran sang Juruselama sejati, Muhammad s.a.w. Jika menolak apa yang dibawanya, Islam, neraka sudah menanti. Oleh karenanya, Allah tidak menginginkanpun dari umatnya mati dalam keadaan kafir. Semuanya harus menghadap-Nya dalam keadaan Muslim.[34]



[1] Judul booklet tersebut adalah “Siapa Membelenggu TUHAN?” dan ketiga brosur itu adalah: (1) Bencana, Malapetaka, Kecelakaan; (2) Mutiara Al-Qur’an memberi petunjuk bagi penderita sakit-parah; dan (3) Putusan Hakim: BEBAS! Penulisnya tidak memberikan alamat instansi tempat mereka melakukan “pengaburan akidah” tersebut. Dia hanya meninggalkan nomor handphone: 081314530520 dan e-mail: autor06hj@yahoo.com. Tapi dalam bookletnya, sang penulis meninggalkan alamat e-mail yang berbeda: zilomdo07@yahoo.com.

[2] Lihat, Putusan Hakim: Bebas!, hlm. 1.

[3] Ibid., 4-5.

[4] Matius 5: 17-18.

[5] Ibid., hlm. 2.

[6] Lihat brosur yang berjudul Mutiara Al-Quraan memberi petunjuk bagi…penderita sakit-parah, hlm. 6. Dalam brosur ini sang penulis mengutip redaksi hadits yang berbeda dalam Shahih Muslim, no. 127 yang berbunyi: “Walladzi nafsii biyadihi layusyikanna ayyanzila fikum ibnu Maryama hakaman muqsithan…” (Indonesia: “…sesungguhnya telah dekat masa Isa bin Maryam akan turun di tengah-tengah kamu. Dia akan menjadi Hakim yang adil.”). Lihat juga brosurnya yang berjudul, Selamatkan Diri Dari Dajjal dan Qiamat, hlm. 4-5.

[7] Ibid., hlm. 2-3. Lihat juga brosurnya yang lain dengan judul “Mutiara Al-Quraan memberi Petunjuk bagi…penderita sakit-parah, hlm. 1-2. Di brosur terakhir ini sang penulis menyebut Yesus Kristus sebagai “Tabib Akbar”.

[8] Hadits ini lewat jalur Qutaybah ibn Sa‘id –Layts --- Muhammad ibn Rumh – al-Layts – Ibn al-Musayyib bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata: ….kemudian disebutkan redaksi (matan) haditsnya. Lihat, Syaikh Syabbir Ahmad al-‘Utsmani, Mawsu‘ah Fath al-Mulhim bi Syarh Shahih al-Imâm Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairi, (Beirut-Lebanon: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, cet. I, 2006), II: 202, no. hadits: 242. Lihat juga hadits, no. 243, ibid., hlm. 207-208.

[9] Ibid., hlm. 206.

[10] Ibid.

[11] Ibid., hlm. 204 (foot-note).

[12] Ibid.

[13] Lihat brosurnya, Selamatkan Diri dari Dajjal dan Qiamat, hlm. 5.

[14] Ibid., hlm. 204-205.

[15] Selamatkan Diri dari Dajjal dan Qiamat, hlm. 5.

[16] Ibid.

[17] Ibid.

[18] Ibid., hlm. 209, hadits no: 244. Hadits ini diriwayatkan lewat jalur: Harmalah ibn Yahya – Ibnu Wahb – Yunus dari Ibn Syihab – Nâfi‘ (budak yang dimerdekakan oleh Abu Qatâdah al-Anshari) – bahwa Abu Hurairah berkata: ….(kemudian disebutkan hadits di atas).

[19] Ibid.

[20] Ibid.

[21] Klaim cerobohnya ini diulangi lagi dalam brosurnya Mutiara Al-Quraan memberi petunjuk bagi…penderita sakit-parah, hlm. 6.

[22] Al-Utsmani, Mawsu‘at Fath al-Mulhim, ibid., hlm. 209.

[23] Cetak tebal dan garis bawah adalah dari penulis.

[24] Ibid., 4-5 dan 6. Doa ini diulang kembali oleh sang penulis dalam brosurnya Selamatkan Diri dari Dajjaln dan Qiamat, hlm. 6. Masalah wewenang ‘Isa ini juga diulangi oleh sang penulis dalam Selamatkan Diri dari Dajjal dan Qiamat, hlm. 5.

[25] Hlm. 2.

[26] ‘Allah Syeikh ‘Abd al-Rahman ibn Nashir al-Sa‘dî, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Beirut-Lebanon: Mu’assasah al-Risalah, cet. I, 2001), hlm. 133.

[27] Lihat, Mutiara Al-Quraan, hlm. 1-2.

[28] Kisah Para Rasul 2: 22.

[29] Lihat, Mawsu‘at Fath al-Mulhim, op.cit., hlm. 375-392.

[30] Kisah Para Rasul 13: 23.

[31] H. Insan L.S. Mokoginta, 101 Bukti Yesus Bukan Tuhan, (Depok: Birrul Walidain, cet. II, 2007), hlm. 157.

[32] Imam Hâfizh Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairi al-Naysâbûrî, Shahîh Muslim, Bâb al-Imân, Pasal Adnâ Ahl al-Jannah Manzilatan Fîhâ, editor: Abu Suhaib al-Karmiy, (Riyadh-Saudi Arabia: Bait al-Afkâr al-Dawliyyah li al-Nasyr wa al-Tawzî‘, 1998), hlm. 108, hadits nomor: 193. Lihat juga, ibid., 192, hadits nomor: 192, hlm. 109-110, hadits nomor: 194. Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Zuhair ibn Harb Jarir ’Umârah ibn al-Qa‘thâ‘ Abu Zur‘ah Abu Hurairah bahwa Rasul s.a.w. menyatakan: “Ana sayyid al-nâs yawmal qiyâmah” (‘Akulah penghulu seluruh manusia di Hari Kiamat). Ibid., hlm. 110, nomor hadits: 194.

[33] Ibid., hlm. 85, nomor hadits: -240 (153). Dalam hadits di atas, yang diberi peringatan hanya Yahudi dan Nasrani, karena mereka memiliki kitab suci masing-masing (Yahudi: Taurat/Torah, dan Nasranai: Injil). Umat selain mereka –yang tidak memiliki kitab suci samawi—tentunya lebih keras lagi peringatannya. Lihat, Fath al-Mulhim, op. cit., hlm. 196 (foot-note).

[34] Qs. Āli ‘Imrân [3]: 102.

 

<<Kembali ke posting terbaru

"Berpikirlah Sejak Anda Bangun Tidur" (Harun Yahya)